Breaking News:—(Aset Pelaksana Pekerjaan Telah Disita Polda NTT)
Hukrim- MAB, konsultan perencana ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek destinasi wisata (jembatan titian apung, kolam apung, dan fasilitas lainnya) di Pulau Siput Awololong Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu disampaikan oleh Kanit II Tipidkor, AKP. Budi Guna Putra, S.I.K di ruang Subdit 3 Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTT, Kamis, 6 Mei 2021 siang.
“Iya Dik, MAB sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan disangkakan pasal 55 KUHAP pada April lalu, akan ada konferensi pers resmi beberapa hari yang akan datang,” kata dia kepada Emanuel Boli dan Yohanes Halimaking yang mewakili Amppera Kupang.
AKP Budi mengatakan, sesuai petunjuk JPU, aset pelaksana pekerjaan telah disita dan berkas dua jilid telah disiapkan untuk dilimpahkan kembali ke JPU, bukan hanya MAB saja ditetapkan sebagai tersangka, akan ada penambahan tersangka lagi, ” tuturnya.
“Aset kontraktor pelaksana dan pejabat pembuat komitmen telah kami sita Dek,” katanya lagi.
Soal aset apa saja yang telah disita, Guna Putra belum menjelaskan secara rinci. Lebih jelas lagi akan disampaikan dalam konferensi pers resmi yang akan datang.
Ia menambahkan, belum lama ini Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata, Apol Mayan kembali diperiksa oleh penyidik di Polda NTT,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, aktivis Amppera Kupang, Damasus Lodolaleng mengatakan, penyidik Tipidkor Polda NTT tidak boleh lamban dalam penanganan kasus korupsi Awololong. Sebab, kata dia, masyarakat begitu lama menanti kepastian hukum kasus korupsi Awololong, yang merugikan keuangan negara 1,4 miliar itu.
Bupati Lembata Lembata Harus Diperiksa
Pada kesempatan yang sama, Alfons Making aktivis Amppera mendesak agar penyidik Tipidkor Polda NTT harus memeriksa, Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur.
Aktivis PMKRI Kupang itu menegaskan, penyidik Tipidkor Polda NTT tidak boleh tebang pilih dalam menetapkan tersangka. Siapapun yang terlibat harus diproses hukum termasuk Bupati Yentji Sunur.
“Bupati Lembata harus diperiksa, jika tidak, kami akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di Polda NTT,” tegas Alfons.
Sebelumnya, Direktorat Kriminal Khusus Polda Nusa Tenggara Timur menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek destinasi wisata di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata senilai Rp 6.892.900.000.
Kanit II Subdit III Ditreskrimsus Polda Nusa Tenggara Timur, AKP Budi Gunawan dalam keterangan pers, Senin (21/12) mengatakan, dua tersangka itu adalah Silvester Samun selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Abraham Yehezkiel Tsazaro selaku kontraktor pelaksana.
“Statusnya sudah tersangka tapi belum ditahan, saat pemeriksaan baru akan ditahan,” ujarnya.
Menurut Budi Guna, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini menelan anggaran Rp. 6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp. 6.892.900.000.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp. 1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.
“Sejumlah dokumen kita sita dan 37 saksi kita periksa. Saat ini masih dua tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada penambahan tersangka,” katanya.
Secara terpisah, Front Mahasiswa Lembata Makassar Merakyat atau FRONT MATA MERA melalui Presidennya Abdul Basith Nolowala mengharapkan agar Polda NTT terus profesional Dalam menangani kasus dugaan korupsi Proyek Destinasi Wisata Awololong Lembata.
“Kami berharap Polda NTT terua melanjutkan trend postifnya Dalam Menangan kasus dugaan korupsi Awololong”, ungkapnya.
“Juga perlu diingat, bahwa kasus dugaan korupsi Awololong ini tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan aktor intelektual, kami berharap Polda NTT dapat mengusut hal ini, dugaan kami ada orang-orang besar di Lembata yang menjadi praktek-praktek dibalik kasus ini”, tutupnya.
Kedua tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara. (DION – www.korankpk.com)
Sumber: Press release Amppera Kupang